BERITA TERHANGAT :
Home » » Miskinkan Koruptor

Miskinkan Koruptor

Written By Tasik-Ciamis on Senin, 05 Maret 2012 | 03.15

JAKARTA, KOMPAS.com - Koruptor seharusnya divonis hukuman berat, seperti teroris, bahkan hukuman mati, seperti di China. Namun, sebetulnya koruptor lebih takut jika hukumannya berupa pemiskinan terhadap diri dan keluarganya. Sebab, hukuman badan ternyata tak memberikan efek jera.

Nyata, meski banyak sekali koruptor yang masuk penjara, korupsi tetap jalan terus. Belum lagi masa hukuman penjara bagi koruptor cenderung lebih ringan dan tak sebanding dengan jumlah kekayaan yang dicuri. ”Karena korupsi yang dilakukan oleh pejabat publik lebih banyak tipologinya karena serakah. Jadi, memiskinkan koruptor merupakan sarana ampuh. Tesisnya, koruptor lebih takut miskin daripada dipenjara,” kata peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Donal Fariz, di Jakarta, Sabtu (18/2/2012).

Hukuman badan memang dianggap tak sebanding dengan perbuatan koruptor. Dalam kasus suap pemilihan deputi gubernur senior (DGS) Bank Indonesia, misalnya, anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang menerima suap rata-rata dihukum satu tahun hingga dua tahun penjara. Mereka menerima uang suap dalam bentuk cek perjalanan senilai ratusan juta hingga miliaran rupiah. Vonis majelis hakim tak meminta agar terpidana penerima suap pemilihan DGS BI mengembalikan uang yang telah mereka terima.

Menurut Donal, cara memiskinkan koruptor bisa dengan mengejar semua aset yang berhubungan dengan kejahatan korupsinya. ”Prinsipnya follow the money, ikuti ke mana uangnya, dengan instrumen Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang karena hampir semua tindak pidana korupsi itu ada unsur pencucian uangnya. Menyimpan di bank pun sudah tergolong pencucian uang,” katanya.

Febri Diansyah juga dari ICW mengatakan, pemiskinan menjadi cara efektif agar ada efek jera bagi koruptor. Majelis hakim harus berani meminta setiap orang yang terbukti korupsi membuktikan sebaliknya harta kekayaannya. ”Sehingga kekayaan yang berasal dari penghasilan tidak sah, baik terkait korupsi yang sedang diproses atau kejahatan lain yang belum terungkap, harus dirampas negara,” katanya.

Sayangnya, Indonesia belum memiliki Undang-Undang Perampasan Aset.

”Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi yang sekarang baru mengatur pembuktian terbalik setengah hati. Memang kita bisa memaksimalkan penerapan UU Pencucian Uang karena ada aturan yang mewajibkan terdakwa membuktikan perolehan hartanya bukan berasal dari kejahatan,” katanya.

Secara terpisah, Ketua Serikat Pejuang Anti Korupsi (Sepak) Priyanto dalam deklarasi pendirian Sepak, Sabtu, mengatakan, hukuman koruptor seharusnya hukuman berat seperti teroris, bahkan sebagian semestinya dihukum mati seperti di China.

”Sampai tahun 2007, Pemerintah China telah menghukum mati 4.800 pejabat negara yang terlibat korupsi,” kata Priyanto.

Sementara di Indonesia, vonis maksimal adalah 10 tahun penjara. Realitanya, para koruptor rata-rata hanya dihukum empat tahun penjara, bahkan banyak yang dua tahun saja,” katanya.

Korupsi dinilai sudah mewabah dan penegakan hukum juga ditunggangi kepentingan politik. Ada beberapa kasus besar yang melibatkan politikus tetapi belum diselesaikan KPK. (BIL/EDN)

Sumber : Kompas.com
Share this article :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
Link Blog : BMW | Ciangini My Vilage
Halaman Blog © 2012. Tasik-Ciamis - Menerima Pesanan Blog
| Ditulis oleh : Widodo_
| Didukung oleh : Blogger_